markettrack.id – Di tengah ketidakpastian global, perekonomian Indonesia menghadapi berbagai tekanan mulai dari fluktuasi pasar, perubahan tarif perdagangan, hingga arah kebijakan ekonomi dunia yang sulit diprediksi.
Isu ini menjadi sorotan dalam sesi Wealth Class di Wealth Wisdom 2025 Jakarta, yang mengangkat tema “Indonesia’s Resilience: Navigating Economic Turbulence with Agility.”
Hadir sebagai pembicara, Bambang Brojonegoro, Dekan ABDI dan Profesor Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Indonesia, serta Lilis Setiadi, Presiden Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen.
Keduanya menyoroti pentingnya strategi adaptif untuk menjaga ketahanan ekonomi Indonesia di tengah dinamika global.
“Sekitar 90 persen dari tarif perdagangan dunia saat ini masih bersifat general tariff, dan dampaknya belum sepenuhnya bisa diprediksi. Data dari Amerika menunjukkan penerapan tarif justru dapat berdampak balik pada ekonominya sendiri. Ini menggambarkan bahwa arah kebijakan global semakin sulit dipetakan,” ujar Bambang Brojonegoro.
Tantangan Investasi dan Ketenagakerjaan
Bambang menjelaskan, investasi yang masuk ke Indonesia belum sepenuhnya berdampak pada penciptaan lapangan kerja karena sebagian besar masih bersifat padat modal.
Ia menegaskan, tantangan ke depan bukan hanya menjaga pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan perluasan kesempatan kerja.
Dalam situasi seperti ini, penguatan industri domestik menjadi penting agar ekonomi nasional tetap tangguh menghadapi arus impor dan perubahan global yang cepat.
Meski tantangan global masih besar, sejumlah sektor tetap menunjukkan potensi tinggi. Sektor Transportasi dan Pergudangan tumbuh pesat seiring peningkatan perdagangan dan logistik.
Sementara sektor Jasa Perusahaan dan Jasa Lainnya terdorong oleh penerapan kecerdasan buatan (AI) yang meningkatkan efisiensi bisnis.
Sektor Informasi dan Komunikasi juga menunjukkan prospek cerah berkat meningkatnya kebutuhan layanan digital, sementara Perdagangan terus tumbuh berkat ekspansi pasar daring dan naiknya konsumsi masyarakat.
Stabilitas Rupiah dan Optimisme Menuju Indonesia Emas 2045
Menurut Lilis Setiadi, arah ekonomi global masih sangat dipengaruhi oleh kebijakan di Amerika Serikat, terutama terkait inflasi dan suku bunga.
“Risiko inflasi yang tetap tinggi dapat menahan penurunan suku bunga dan memberi tekanan pada pasar keuangan global,” ujarnya.
Dari sisi domestik, realisasi anggaran pemerintah hingga Agustus menunjukkan pelebaran defisit seiring meningkatnya belanja negara.
Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 diperkirakan tetap positif di kisaran 5 persen, mencerminkan optimisme terhadap pemulihan yang lebih kuat.
Stabilitas rupiah disebut menjadi kunci kepercayaan investor dan katalis positif bagi iklim investasi. Namun, Indonesia perlu terus memperkuat diversifikasi ekspor agar tidak bergantung pada komoditas semata.
Dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1 persen, Indonesia dihadapkan pada tantangan keluar dari middle income trap menuju visi Indonesia Emas 2045.
Momentum bonus demografi dan dorongan inovasi dinilai menjadi kunci dalam memperkuat fondasi ekonomi menuju masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Wealth Wisdom 2025 di Jakarta menghadirkan beragam aktivitas, kelas, dan topik dengan narasumber lintas bidang yang membahas keseimbangan antara finansial, kesehatan, dan pendidikan sebagai fondasi kesejahteraan.
Acara ini menghadirkan tokoh publik seperti Airlangga Hartarto, Basuki Tjahaja Purnama, Prof. Rhenald Kasali, Prof. Eka J. Wahjoepramono, Shinta Kamdani, Adrianto Djokosoetono, Stephanie Gunadi, Andy F. Noya, dan Raymond Chin.
Sejak pertama kali digelar pada 2014, Wealth Wisdom terus berkembang menjadi platform interaktif untuk belajar, berbagi inspirasi, dan memperluas wawasan demi masa depan finansial yang lebih kuat, sejalan dengan visi Permata Bank untuk tumbuh bersama nasabah dan menciptakan nilai bermakna bagi masyarakat.
SF-Admin