markettrack.id – Perempuan Indonesia menunjukkan kemajuan signifikan dalam mengejar kesetaraan pendidikan. Data menunjukkan 79,4% perempuan berpeluang melanjutkan ke perguruan tinggi, lebih tinggi dari laki-laki.
Namun, di sektor ekonomi, keterwakilan perempuan di posisi kepemimpinan masih perlu ditingkatkan, dengan angka 49,4% di posisi legislatif, pejabat senior, dan manajerial.
Menanggapi kebutuhan ini, Amartha sebagai penyedia layanan keuangan digital sejak 2010 telah melayani lebih dari 3,3 juta UMKM di Indonesia.
Melalui Amartha.org, perusahaan meluncurkan program Amartha STEAM Fellowship dan Amartha Frontier Fellowship.
Beasiswa ini bertujuan untuk mencetak perempuan pemimpin muda Indonesia, khususnya bagi mahasiswa di bidang STEAM, dan sebagian ditujukan bagi mereka yang tinggal di daerah terluar Indonesia.
Katrina Inandia, Head of Impact & Sustainability Officer Amartha, menjelaskan bahwa program ini dirancang untuk menumbuhkan pemimpin akar rumput yang memahami kebutuhan komunitasnya.
Ia percaya para mahasiswa memiliki kepekaan tinggi terhadap tantangan sekitar dan, dengan dukungan, dapat menjadi agen perubahan yang menginspirasi banyak kalangan.
Amartha berharap program ini menciptakan pemimpin muda yang penuh kesadaran dan mampu menciptakan masa depan berkelanjutan.
Amartha STEAM & Frontier Fellowship tidak hanya memberikan dukungan finansial untuk studi, tetapi juga mendorong kontribusi sosial melalui inisiatif pendidikan berbasis komunitas.
Setiap penerima beasiswa diwajibkan menginisiasi proyek sosial sebagai ruang belajar alternatif yang menjawab kebutuhan lokal dengan pendekatan kontekstual.
Inisiatif ini sangat penting mengingat data PISA 2022 menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-70 dari 80 negara untuk literasi membaca, numerik, dan sains.
Evita Handayani dan Angela Puspa, dua mahasiswa penerima Amartha STEAM Scholarship, telah merespons kebutuhan ini dengan program-program inovatif.
Evita Handayani, mahasiswa Teknologi Informasi di Universitas Palangkaraya, menginisiasi komunitas Lentera Borneo Muda.
Di Desa Pahandut, banyak anak putus sekolah karena kendala biaya. Evita dan teman-temannya membentuk komunitas tersebut untuk memberikan pelajaran dasar dan keterampilan hidup, seperti daur ulang sampah plastik, agar dapat dijual dan menghasilkan uang.
Sejak diluncurkan Mei lalu, 20 anak telah bergabung, mendapatkan dukungan positif dari orang tua dan perangkat desa. Evita bersama 10 relawan menargetkan agar anak-anak putus sekolah ini bisa melanjutkan pendidikan kesetaraan.
Sementara itu, Angela Puspa, mahasiswa Biologi dari Universitas Gadjah Mada, berupaya menumbuhkan minat siswa-siswi kelas 4 SDN Pogung Kidul terhadap Matematika. Ia mengembangkan board game edukatif.
Menurutnya, Matematika bisa menjadi permainan yang seru dan menyenangkan, bukan sulit dan menakutkan.
Angela mendesain pelajaran Matematika ke dalam permainan yang sudah dikenal anak-anak, yaitu ular tangga, dengan soal-soal yang disesuaikan setelah berdiskusi dengan guru Matematika.
Pada sesi uji coba, Angela dan timnya mendapati anak-anak sangat antusias dan bahkan meminta waktu tambahan untuk bermain.
SF-Admin


