markettrack.id – Kawasan Indo-Pasifik saat ini menghadapi peningkatan kerentanan sistemik pada berbagai infrastruktur penting seiring dengan semakin terintegrasinya Kecerdasan Buatan (AI) ke dalam sistem operasional utama.
Laporan berjudul ‘Menjaga Masa Depan: AI, Infrastruktur Penting, dan Kesiapan Regulasi di Kawasan Indo-Pasifik’ menyoroti bagaimana AI telah menjadi bagian integral dari layanan esensial, termasuk sistem tenaga listrik, transportasi, dan layanan darurat.
Penerapan teknologi ini memang membawa manfaat signifikan dalam hal efisiensi dan ketahanan, namun juga membuka tantangan baru seperti risiko pencemaran data, manipulasi adversaria, dan potensi kegagalan teknis yang dapat menyebar melintasi batas negara karena eratnya sistem yang saling terhubung.
Studi yang didukung oleh Palo Alto Networks dan diterbitkan oleh Protostar Strategy bekerja sama dengan Kamar Dagang Amerika Serikat di Australia serta mitra di India, Indonesia, dan Singapura ini, menunjukkan bahwa AI kini telah beralih dari sekadar janji masa depan menjadi realitas operasional.
Mantan Duta Besar Australia untuk Urusan Siber dan Teknologi Kritis, Dr. Tobias Feakin, yang merupakan penulis laporan tersebut, menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mendorong keamanan penggunaan AI secara tepat waktu.
Menurutnya, wilayah Indo-Pasifik berada di garis depan adopsi digital sekaligus persaingan geopolitik, sehingga tanpa pendekatan terpadu, negara-negara berisiko menciptakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh aktor siber canggih.
Laporan tersebut juga memaparkan tren kunci di beberapa negara kawasan berdasarkan lokakarya tingkat tinggi dengan pembuat kebijakan dan pemimpin industri. Indonesia, misalnya, menunjukkan dinamika sektor swasta dan inovasi yang melampaui tata kelola, sehingga menciptakan risiko ketergantungan dan kerentanan sistemik.
India menghadapi adopsi AI yang cepat namun regulasinya terfragmentasi, sementara kapasitas negaranya tidak merata, sehingga sistem esensialnya terekspos.
Sementara itu, Australia mengadopsi pendekatan yang mengutamakan ketahanan tetapi belum memiliki kerangka kerja untuk menjamin penggunaan AI.
Singapura diakui memiliki model tata kelola yang paling proaktif dan dapat diadaptasi di kawasan tersebut, dengan kelincahan yang berpotensi menjadi standar bagi negara-negara lain.
Laporan tersebut menggarisbawahi perlunya kerjasama untuk mengatasi risiko yang ada, sebab pendekatan yang terfragmentasi justru menciptakan peluang bagi serangan siber dan arbitrase kebijakan.
Beberapa jalur kerjasama yang diusulkan meliputi pengembangan kerangka kerja yang menjamin interoperabilitas (seperti pengujian, evaluasi, dan verifikasi) untuk diintegrasikan ke dalam praktik sektoral yang sudah ada.
Selain itu, kerja sama lintas sektor antara pemerintah dan swasta sangat dibutuhkan untuk berbagi informasi ancaman dan memperbaiki respons terhadap insiden.
Pemanfaatan platform regional seperti ASEAN dan Quad juga disarankan untuk mengembangkan pendekatan yang tepercaya, skalabel, dan dapat dipindahkan, demi mendukung ketahanan dan pasar terbuka.
SF-Admin


