
markettrack.id – Pertanian menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada deforestasi, dengan hilangnya 10% tutupan hutan global dalam tiga dekade terakhir (Komisi Eropa, 2023).
Untuk mengatasi hal ini, Uni Eropa menghadirkan EU Deforestation Regulation (EUDR) atau Regulasi Anti Deforestasi untuk memastikan rantai pasok berkelanjutan.
Peraturan ini mewajibkan perusahaan untuk memastikan bahwa bahan baku yang mereka gunakan bebas dari deforestasi, memverifikasi kepatuhan pemasok, dan mengimplementasikan sistem ketertelusuran.
Awalnya, regulasi ini dijadwalkan berlaku mulai 30 Desember 2024, namun karena kerumitan kompleksitas rantai pasok dan meningkatnya protes dari masyarakat, jangka waktunya diperpanjang 12 bulan.
Berdasarkan keputusan Dewan dan Komisi Uni Eropa, perusahaan menengah dan besar harus mematuhi peraturan ini paling lambat 30 Desember 2025, sementara usaha kecil dan mikro memiliki jangka waktu hingga 30 Juni 2026.
Selain itu, pada 30 Juni 2025, Komisi Uni Eropa akan mengklasifikasikan negara-negara berdasarkan risiko deforestasi, dengan ketentuan khusus untuk produk berbasis kayu (Tax News, 2025).
Menurut Luca Fischer, Senior Head of Markets Indonesia di Koltiva , penerapan EUDR yang tertunda menciptakan tantangan sekaligus peluang bagi perusahaan.
Ia mengatakan, “Banyak perusahaan telah mengucurkan jutaan dolar untuk mempersiapkan rantai pasok mereka, karena mereka melihat kepatuhan sebagai keunggulan kompetitif. Ketika kebijakan tertunda, muncul jaminan yang dapat membuat perusahaan ragu apakah regulasi ini benar-benar akan diterapkan.”
Namun, lanjut Luca, “Komisi Eropa telah menegaskan bahwa penundaan ini hanya berlangsung selama satu tahun dan bukan merupakan pelonggaran kebijakan.”
“Tambahan waktu ini menjadi kesempatan bagi perusahaan yang sebelumnya belum sepenuhnya siap untuk mengurangi risiko ketidakpatuhan dan memastikan transisi yang lebih lancar,” jelasnya.
Luca menekankan bahwa perusahaan perlu berinvestasi dalam ketertelusuran teknologi yang akurat serta memiliki pemahaman mendalam tentang rantai pasok mereka.
“Mencapai ketentuan tersebut bukan hanya sekedar tantangan administratif, namun sebuah perjalanan yang mengharuskan perusahaan untuk menerapkan sistem ketertelusuran yang akurat dan strategi mitigasi risiko yang efektif,” tambahnya.
Sebagai perusahaan berbasis teknologi yang fokus pada ketertelusuran dan permintaan, Koltiva telah mengembangkan berbagai solusi untuk membantu bisnis memenuhi persyaratan EUDR.
Dengan kombinasi teknologi berbasis data dan keterlibatan langsung di lapangan, Koltiva membantu perusahaan untuk memetakan rantai pasok secara menyeluruh dan memastikan bahwa bahan baku tidak berasal dari daerah yang berkontribusi pada deforestasi.
Salah satu teknologi utama Koltiva adalah KoltiTrace , sebuah platform yang memungkinkan pemantauan rantai pasok secara real-time dari hulu hingga hilir. L
uca menjelaskan bahwa sistem ini memungkinkan perusahaan melakukan penilaian risiko , mengidentifikasi titik rentan dalam rantai pasok mereka, serta mengembangkan strategi mitigasi yang lebih efektif.
“Teknologi ini tidak hanya membantu perusahaan memenuhi regulasi, tetapi juga meningkatkan transparansi dan membangun kepercayaan antara pemasok, petani, dan konsumen,” ujarnya.
Luca juga menjelaskan bahwa komitmen yang berbeda bagi pelaku usaha di hulu dan hilir. Ia mengatakan, “Pelaku usaha di hulu harus memetakan rantai pasok mereka secara langsung, sementara pelaku usaha di hilir harus memperketat proses uji tuntas mereka, termasuk evaluasi risiko setiap pemasok.”
“Tahun lalu, banyak perusahaan di hilir yang berusaha segera mungkin memenuhi persyaratan sehingga telah banyak produk mereka yang lolos sebagai EUDR compliance . Namun, sekarang mereka memiliki waktu untuk mengoptimalkan proses mereka. Mereka perlu mencari cara untuk mengotomatisasi data, memastikan berakhir secara efektif, dan membangun sistem uji yang lebih andal,” jelasnya
Selain solusi digital, verifikasi langsung di lapangan juga menjadi elemen kunci untuk memastikan kepatuhan terhadap EUDR .
Koltiva mengirimkan tim agronomi yang bekerja langsung dengan petani dan pemasok untuk memastikan bahwa standar keinginan benar-benar diterapkan.
Luca menekankan bahwa tanpa pendekatan ini, perusahaan berisiko hanya mencapai kepatuhan administratif tanpa adanya verifikasi nyata di tingkat lapangan.
“Kami percaya bahwa keinginan harus bersifat holistik, bukan sekadar kewajiban administratif. Inilah mengapa kami menggabungkan teknologi dengan intervensi langsung di lapangan , sehingga setiap bagian dari rantai pasok benar-benar memenuhi standar keinginan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Luca menekankan bahwa kepatuhan terhadap EUDR bukan hanya tentang menghindari sanksi, tetapi juga tentang mempertahankan akses pasar dan membangun reputasi perusahaan sebagai bisnis yang bertanggung jawab secara lingkungan.
Dengan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap isu deforestasi dan keinginan, perusahaan yang secara proaktif mengadopsi standar keinginan akan memiliki daya saing yang lebih kuat.
“Ke depan, transparansi dan ketertelusuran akan menjadi faktor kunci dalam menentukan keinginan bisnis di sektor pertanian dan kehutanan,” ujarnya.
Meskipun banyak perusahaan masih merasa terbebani oleh regulasi ini, Luca optimis bahwa dengan teknologi dan strategi yang tepat, kepatuhan terhadap EUDR dapat tercapai tanpa mengganggu operasional bisnis.
“Tantangan ini bisa menjadi peluang jika kita melihatnya sebagai kesempatan untuk membangun rantai pasok yang lebih efisien, transparan, dan berkelanjutan,” tutupnya.
Bagi bisnis yang sedang mempersiapkan diri untuk memenuhi persyaratan EUDR, solusi seperti yang ditawarkan oleh Koltiva menjadi langkah strategis dalam mengelola risiko sekaligus memastikan keinginan jangka panjang di pasar global.
SF-Admin