NIQ Consumer Outlook

Saat ini, di tengah naiknya harga pangan yang dibarengi isu kemerosotan ekonomi, kian menjadi faktor yang membebani konsumen. Kondisi ini menjadikan konsumen mulai berhati-hati dan lebih strategis dalam berbelanja.

Tidak berhenti disitu, kondisi ini pun turut memicu 83% konsumen untuk mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama, sementara 23% menuturkan akan menambah utang untuk mencukupi kebutuhan dan gaya hidup mereka.

Hasil riset dari kondisi ini terungkap dalam laporan Mid-Year Consumer Outlook: Guide to 2025 yang dirilis NielsenIQ (NIQ) sebagai perusahaan consumer intelligence. Laporan ini menyoroti kecenderungan konsumen di Indonesia untuk tetap berbelanja produk-produk dan layanan yang menjadi kebutuhan mereka walau ada kenaikan harga.

Namun konsumen kini lebih berhati-hati, lebih eksperimental, dan lebih selektif terhadap brand. Studi ini disampaikan di The NielsenIQ Indonesia Executive Summit, yang menghadirkan insight mendalam tentang tren konsumen di Indonesia, analisis peluang pertumbuhan retail, serta diskusi panel bersama para pemimpin industri tentang strategi sukses di tengah dinamika pasar.

Laporan ini menyebutkan bahwa konsumen masih tetap optimistis dalam melihat kondisi perekonomian Indonesia. Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, studi ini mendapati lebih banyak konsumen Indonesia yang merasa lebih baik daripada lebih buruk (38,4%) dibandingkan dengan konsumen di negara lain dan global (-2,6%).

Hal ini dilandasi oleh outlook pertumbuhan perekonomian Indonesia yang diperkirakan stabil hingga 2025, menurut data BPS. PDB diperkirakan tumbuh dari 5,1% pada 2024 menjadi 5,2% pada 2025.

Pertumbuhan ekonomi ini didominasi oleh konsumsi rumah tangga (54,5%). Inflasi juga mengalami penurunan, namun tidak pada sektor makanan, minuman, rokok, perawatan pribadi, dan jasa lainnya.

Walau begitu, tingkat kepercayaan diri konsumen Indonesia ternyata tidak seoptimistis sebelumnya, yaitu setelah post-pandemic atau pada periode recovery.

Kenaikan harga pangan dan ancaman kemerosotan ekonomi terus menjadi faktor utama yang membebani pikiran konsumen, sehingga mereka lebih berhati-hati dan lebih strategis dalam menggunakan uangnya.

Bahkan, kekhawatiran ini telah memicu 83% konsumen secara aktif mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama mereka dan 23% mengatakan akan menambah utang mereka untuk mencukupi kebutuhan dan gaya hidup mereka.

Terdesak oleh kebutuhan, konsumen Indonesia akan tetap membelanjakan uangnya untuk fast moving consumer goods (FMCG) walau ada kenaikan harga.

Walau begitu, kini mereka menjadi lebih eksperimental untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dan lebih baik dari produk-produk yang mereka beli. Selain itu, mereka juga lebih selektif terhadap pilihan brand.

“Sangat penting bagi industri untuk selalu memantau perilaku belanja konsumen ketika PDB tumbuh lebih tinggi dari inflasi namun tingkat keyakinan konsumen tidak lagi setinggi sebelumnya. Sebab ini menandakan adanya ketidakpastian yang mendasari tentang masa depan,” kata Dena Firmayuansyah – FMCG Commercial Leader, NIQ Indonesia.

Pengeluaran mungkin akan terus berlanjut, namun bisa jadi ragu-ragu dalam membuat komitmen keuangan jangka panjang, juga konsumen mungkin akan mengalihkan perilaku belanja mereka ke barang-barang yang lebih penting, lebih menghemat pengeluaran mereka akan cenderung memilih produk-produk yang diskon.

“Mengetahui perilaku konsumen sangat penting agar dapat membangun dan mempertahankan keunggulan kompetitif,” ujar Dena

Dalam riset ini, Dena mengungkapkan beberapa temuan penting, “Konsumen Indonesia masih percaya diri, tapi tak sebesar sebelumnya. Konsumen yang tercatat masih menabung dan merasa secure secara finansial turun dari 26% pada pertengahan 2023 menjadi hanya 13% pada pertengahan 2024. Sementara mereka yang sebenarnya tidak terdampak secara keuangan tapi lebih berhati-hati dalam pengeluaran, naik dari 34% pada 2023 menjadi 41% pada 2024.”

Kekhawatiran mereka dilandasi antara lain kenaikan harga makanan (37%), penurunan ekonomi (27%), dan banyaknya peristiwa cuaca ekstrem di seluruh dunia akibat isu lingkungan (16%) serta kenaikan harga transportasi (14%) dan utilitas (13%). Konsumen menjadi lebih memikirkan kesejahteraan/kebahagiaan pribadi dan keamanan kerja mereka.

Dena mengatakan, “Walau ada penurunan dalam alokasi belanja untuk fast moving consumer goods (FMCG), ada kenaikan belanja makanan, terutama di kalangan lower income (27,3%, naik dari 26,5% pada 2023) dan leisure (pakaian, rekreasi, dan makan di luar) untuk semua segmen pendapatan (income). Akan tetapi kenaikan ini lebih dipicu oleh kenaikan harga ketimbang volume.  Sementara, belanja untuk barang-barang teknologi (handphone, TV, kulkas, AC, laptop, dan sebagainya) meningkat pada 12 bulan menjelang pertengahan 2024, baik dalam hal penjualan dan volume.” 

Namun, disamping itu, ada beberapa faktor pendorong bagi konsumen untuk tetap melakukan pembelian. Di sector barang teknologi konsumen bersedia membayar lebih untuk kualitas yang tahan lama. Sebanyak 71% bersedia membeli produk premium dengan harga Rp9-10jutaan, yang lebih tahan lama sebab mereka (71%) hanya akan mengganti perangkatnya 3 tahun sekali atau lebih. 

Hal yang sedikti berbeda ditemukan di sektor FMCG, dimana konsumen lebih eksperimental dalam pembeliannya untuk mendapatkan pengalaman yang lebih baik. Untuk aktivitas memasak di rumah, hampir separuh konsumen mengatakan akan membeli lebih dari 5 kategori produk, sementara untuk snacking, 50,1% mengatakan akan membeli lebih dari 2 kategori produk, dan untuk kecantikan sebanyak 22,8% akan membeli lebih dari 3 kategori produk.

Walau lebih eksperimental, konsumen menjadi lebih selektif terhadap brand yang dipilih. Mereka akan mengorbankan sejumlah brand dalam beberapa kategori supaya keranjang belanjanya tetap terkendali. Hal ini disebabkan karena saat ini ada lebih banyak pilihan brand untuk satu kategori yang dipajang di toko atau di pasar dan banyaknya promosi membuat konsumen bisa lebih mengendalikan keranjang belanja mereka.

Dampak dari perilaku belanja eksperimental dan selektif, menuju 2025:

  • Posisi top 5 brand tidak aman dan terus mengalami penurunan sales value. Top brand sereal misalnya konsisten turun sejak 2022 (85%) menjadi 84% pada 2023 dan 83% pada 2024. Top brand untuk cooking milk juga turun terus dari 93% (2022) menjadi 91% (2023) dan 89% (2024). Adapun brand minyak goreng turun dari dari 50% pada 2022 menjadi 42% pada 2024.
  • Konsumen Indonesia juga saat ini bersedia membayar lebih besar untuk kenyamanan dan kepuasan hidup. 58% mengatakan akan mengeluarkan sedikit uang ekstra untuk membuat satu momen atau hari dalam seminggu lebih istimewa atau menyenangkan. 64% mengatakan akan mengeluarkan lebih banyak uang untuk pengalaman di rumah untuk menghemat biaya restoran dan hiburan. Lalu 57% akan mengeluarkan lebih banyak uang untuk format produk yang mudah digunakan.
  • Untuk menghemat pengeluaran belanja FMCG, konsumen menerapkan sejumlah strategi. 46% konsumen mengatakan belanja online sangat membantu untuk mendapatkan penawaran yang lebih bagus. 46% mengatakan akan mengendalikan keranjang belanja mereka. Sementara 38% mengatakan akan beralih ke produk yang harganya lebih murah, dan 36% mengatakan akan membeli lebih banyak barang yang didiskon.
  • Sebanyak 33% konsumen mengatakan akan memanfaatkan teknologi digital untuk mendapatkan penawaran harga yang lebih baik. Walau pemanfaatannya masih rendah yang dilandasi kekhawatiran akan privasi data (45%) dan berharap ada manusia yang membantu (46%), teknologi canggih seperti AI mulai dianggap berperan dalam memberikan pengalaman pembelian yang lebih baik bagi konsumen. Sebanyak 49% konsumen mengatakan akan menerima rekomendasi produk dari AI assistant mereka dan 51% mengatakan akan memanfaatkan AI untuk mempercepat pengambilan keputusan saat berbelanja. 

“Untuk mempertahankan daya saingnya, Industri perlu beradaptasi secara strategis terhadap perubahan dan lanskap yang makin kompetitif menuju 2025,” kata Bramantiyoko Sasmito – Analytic Leader, NIQ Indonesia.

Ia menambahkan, “Mulai dari menyeimbangkan antara harga yang terjangkau dan value, memberikan diferensiasi produk untuk mempertahankan loyalitas, memanfaatkan teknologi untuk menjangkau konsumen dan menawarkan pengalaman belanja yang lebih dipersonalisasi melalui berbagai platform digital, termasuk menyediakan produk premium dan kenyamanan bagi konsumen yang bersedia membayar lebih.”

Di samping memaparkan studi Mid-Year Consumer Outlook: Guide to 2025 yang memberikan insight utama bagi bisnis untuk menavigasi berbagai tren dan menyusun rencana strategis agar terus bertumbuh, The NielsenIQ Indonesia Executive Summit juga merayakan pencapaian dan terobosan di industri melalui NIQ BASES Breakthrough Innovation Award.

Setiap tahun, banyak inovasi baru diluncurkan di Indonesia. Di antaranya adalah inovasi-inovasi yang berhasil melakukan terobosan. NIQ BASES Breakthrough Innovation Awards kini telah memasuki tahun ke-13, di mana kami akan memberikan penghargaan kepada produk-produk baru terbaik di dunia, termasuk yang ada di Indonesia.

Kategori Winner:

  1. PT. Beiersdorf Indonesia dengan produk Nivea Brightening Hijab Deodorant Roll On (Cool, Soft, Fresh)
  2. PT Akasha Wira International, Tbk. dengan produk Mujigae Strawberry Banana​ Milk 
  3. PT Siantar Top, Tbk. dengan produk French Fries 2000 Level 3
  4. PT Unilever Indonesia, Tbk. dengan produk Buavita Korean White Peach
  5. PT Kapal Api Global dengan produk Deterjen Sayang (Lavender, Original, Rose)
  6. PT Unilever Indonesia, Tbk. dengan Closeup Multivitamin Complete Fresh Protection

Kategori Wavemaker:

  1. PT Paragon Technology and Innovation dengan produk Wardah UV Shield Airy Smooth Sunscreen Serum SPF 50 PA++++
  2. PT Cisarua Mountain Dairy Tbk dengan produk Cimory UHT Milk Chocolate Mint dan Cimory UHT Milk Peanut Butter
  3. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk dengan produk Indomie Kuliner Indonesia Rawon Pedas Mercon​
  4. PT Kaldu Sari Nabati Indonesia dengan produk Nabati Ahh Korean Goguma ​
  5. PT Unilever Indonesia, Tbk. dengan produk Magnum Matcha Crumble

SF-Admin