Sesi diskusi (dari Ki-Ka), MC, Maya Tamimi – Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia Foundation, Dr. Hayati Sari Hasibuan, S.T., M.T. – Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, H. Abu Hurairah Abd. Salam MA - Wakabid Penyelenggaraan Peribadatan Masjid Istiqlal

Unilever Indonesia memulai program Water Stewardship di lingkungan masjid. Di program ini, selain memberikan dukungan berupa penerapan teknologi dan infrastruktur tata kelola air, Unilever Indonesia juga ingin mengedukasi lebih banyak masyarakat untuk memulai kebiasaan menggunakan air dengan lebih bijak.

Berkolaborasi dengan Sekolah Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI), program ini akan segera diimplementasikan di empat masjid di wilayah Jakarta, Depok dan Bekasi sebagai pilot project.

Data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional RI menunjukkan bahwa capaian sanitasi aman di Indonesia – yang salah satunya dinilai dari kualitas air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari – masih relatif rendah.

Kurangnya ketersediaan air bersih di permukaan menjadikan air tanah sebagai penopang kebutuhan air bersih bagi masyarakat, dimana 80% kebutuhan air bersih khususnya di wilayah perkotaan, pusat industri dan permukiman padat berasal dari air tanah.

Nurdiana Darus, Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Unilever Indonesia, Tbk., menyampaikan, “Sejalan dengan salah satu pilar strategi global ‘The Unilever Compass’, yaitu membangun planet yang lebih lestari, Unilever ikut berkontribusi dalam mengatasi krisis air bersih yang dihadapi dunia, termasuk di Indonesia, melalui Program Water Stewardship.”

“Kami telah menerapkan sejumlah strategi penatagunaan air dalam bentuk upaya efisiensi dan daur ulang air, yang diawali dari lingkungan terkecil yaitu di pabrik-pabrik kami. Untuk memberikan manfaat yang lebih luas, kami turut melakukan upaya konservasi dan peningkatan pasokan air bersih di level komunitas, seperti pesantren dan lingkungan masjid,” lanjutnya.

Dr. Hayati Sari Hasibuan, S.T., M.T., Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia menanggapi, “Rata-rata pemakaian air bersih di rumah tangga di perkotaan Indonesia adalah 169,11 liter/orang/hari. Saat 50 juta keluarga Indonesia mulai menghemat air, maka diperkirakan bisa membantu 15 juta keluarga yang tidak punya akses terhadap air bersih.”

Untuk itu, lanjutnya, “Harus dimulai perilaku memanfaatkan dan mengelola air yang lebih bijak; tidak hanya di ruang lingkup rumah tangga, namun juga saat menggunakan air di fasilitas umum seperti masjid, agar kita bisa menjaga keberlanjutan pasokan air bersih dan mengurangi ketergantungan pada air tanah.”

Masjid adalah salah satu fasilitas umum yang banyak dikunjungi dan menggunakan air bersih dalam jumlah yang cukup tinggi. Di balik fakta ini, Unilever Indonesia percaya bahwa masjid juga memiliki potensi yang sangat besar untuk memulai dan menyebarluaskan edukasi kebiasaan baik dalam menghemat dan memanfaatkan air bersih.

Contohnya Masjid Istiqlal yang rata-rata jumlah penggunaan airnya 13.958 liter/hari – sebagian besarnya dipergunakan untuk wudhu, yaitu 1,5-2 liter per sekali wudhu. Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A, Imam Besar Masjid Istiqlal menerangkan, “Islam menganjurkan umatnya untuk tidak berlebihan, termasuk dalam memanfaatkan air.”

Contohnya dalam berwudhu, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin menambahkan, “Rasulullah mengajarkan untuk berwudhu dengan sangat hemat, yaitu sebanyak 1 mud saja atau setara dengan cakupan dua telapak tangan dewasa dalam 1 kali wudhu. Tentunya ajaran ini semakin relevan dengan kondisi krisis air bersih seperti sekarang. Oleh karena itu, teladan bijak mengelola dan memanfaatkan air sudah selayaknya bermula dari masjid.”

Untuk itu, berkolaborasi dengan Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Unilever Indonesia mengimplementasikan pilot project program Water Stewardship pada empat masjid di wilayah Jadebek, yaitu Masjid Istiqlal, Masjid Arief Rahman Hakim – UI Salemba, Masjid Ukhuwah Islamiyah – UI Depok, dan Masjid Agung At-Tin.

Dr. Hayati menjelaskan, data yang terkumpul dari keempat masjid ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah volume air yang terbuang jika tidak dimanfaatkan adalah sebanyak 6.000-58.000 liter per hari.

Seluruhnya merupakan grey water (air limbah non-industri) yang sangat potensial untuk diolah kembali sebagai bagian dari upaya mengurangi pemborosan penggunaan air bersih.

Sebagai solusi, teknologi water recycling yang bertujuan mengurangi potensi berbahaya dari grey water melalui proses fisika, kimiawi dan biologis dapat menghasilkan air daur ulang yang aman digunakan untuk berbagai kebutuhan di area masjid. Pemrosesan dan penggunaan air daur ulang ini juga telah diatur oleh Fatwa MUI nomor 2 tahun 2010 tentang Air Daur Ulang.

“Upaya pengelolaan air lainnya yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan air hujan yang biasanya terbuang sia-sia. Melalui sistem Pemanenan Air Hujan yang melibatkan penampungan dan beberapa tahapan filterisasi, air hujan dapat digunakan sebagai air baku dengan atau tanpa pengolahan lebih lanjut, karena relatif lebih bersih,” terang Dr. Hayati.

Berangkat dari ragam solusi ini, maka dukungan yang diberikan program Water Stewardship pada masing-masing masjid adalah:

“Insyaa Allah, dukungan ini akan mampu membantu keempat masjid dalam mengurangi biaya penggunaan air PDAM; menjamin ketersediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari; serta menginspirasi seluruh lapisan masyarakat agar mulai menerapkan perilaku bijak dalam memanfaatkan dan mengelola air,” tutup Nurdiana.

SF-Admin